Gerak dan Kedinamisan Hidup

by nyakizza.blogspot.com, 21.44


The Power of dance is movement. The motion or movement is a language of dance. Verbal language and the language of dance both have systems and conventions such as vocabulary, grammar and semantic meaning (Hanna, 2008: 491).
 






Saya begitu menyenangi tari-tarian, menonton pagelaran tari dan berusaha menonton pada daerah asal tari-tarian tersebut. Saya hanya ingin merasakan getaran-getaran magis dan kesakralan dari tari-tarian tradisional, namun sudah sangat sulit. Akhir-akhir ini, tari-tarian yang mulanya berfungsi sebagai unsur penting dalam ritual keagamaan, ritual adat dan memilki nilai estetika yang tinggi  telah bergeser menjadi suguhan pertunjukan bernilai ekonomis. Oleh sebab itu, setiap kali melihat pertunjukan tarian tradisional (maupun kontemporer, modifikasi) saya kurang mendapat esensinya, kurang mendapat feel-nya.
Maju Terus Tari-Tarian Indonesia. 



Dilema Wanita Teraniaya: Bertahan atau Meninggalkan

in , by nyakizza.blogspot.com, 16.18

Pengantar…

Pagi hari ini, saya terbangun dari tidur dalam kondisi tubuh yang agak memprihatinkan. Semalaman saya terjaga untuk mengerjakan abstraksi penelitian yang akan saya ajukan pada seleksi penelitian antropologi. Matahari belum juga tampak jelas di ufuk. Saya ingin kembali tertidur, namun sulit sekali.

Saya memandang ke sekeliling kamar. Mata saya terhenti pada buku “Sosiologi dengan Pendekatan Membumi Jilid I dan II” karya James M. Henslin. Saya mengambil buku Jilid II dan membuka-buka halaman demi halaman.  Buku Sosiologi Membumi ini merupakan buku kesukaan saya karena isinya sangat mudah dipahami dan atraktif, sangat cocok untuk pembelajar tipe audio-visual seperti saya.

Semua materi sangat menarik, factual dan rasional. Saya terhenti begitu lama pada halaman 141 sampai dengan halaman 144. Pada halaman tersebut membahas tentang “dua sisi kehidupan keluarga” yang didalamnya terdapat sub-sub tema seperti “sisi gelap kehidupan keluarga: penganiayaan, kekerasan terhadap anak, dan hubungan sedarah”, “sisi cerah kehidupan keluarga: pernikahan yang berhasil”, dan “masa depan pernikahan dan keluarga”. Secara keseluruhan, saya mempunyai ketertarikan yang kuat terhadap apapun tentang kehidupan keluarga, peran istri dan pengasuhan anak. Saya bukan seorang feminis ataupun penggiat kesetaraan gender. Berdasarkan rasa suka, tertarik dan keinginan untuk menjadi seorang ibu (guru) yang baik, yang ideal bagi anak-anak saya kelak saya mencoba mempelajari, memahami dan merefleksikan pengetahuan berkaitan dengan “keluarga”.

 Imajinasi Saya tentang Cinta dan Pernikahan…

Saya memang belum pernah melakukan studi mendalam kepada korban kekerasan dalam ikatan keluarga. Pendapat-pendapat yang saya kemukakan berikut merupakan imajinasi saya ketika mendengar cerita-cerita dari beberapa teman saya mengenai praktik kekerasan yang terjadi pada tetangga di desanya. Selain imajinasi, saya pun akan mengaitkan kasus tersebut dengan pandangan yang dikemukakan sosiolog.

Saya percaya, suatu pernikahan itu tidak murni berlandaskan cinta semata. Pernikahan juga dibangun karena adanya dorongan dari anjuran agama, dorongan secara sosial dan kebudayaan serta dorongan biologis dari dalam diri individu. Oleh sebab itu, saya senang berpendapat jika cinta itu tidak buta. Cinta tidak membabi buta, menenggelamkan diri dalam kehendak-kehendak dan perilaku irrasional. Cinta tidak datang pada seseorang secara tiba-tiba, seolah dewa asmara melesatkan anak panahnya ke sembarang arah, acak. Jika memang deikian, maka pola-pola pernikahan tidak dapat diramalkan. Studi tentang siapa menikah dengan siapa mengungkapkan bahwa cinta disalurkan secara sosial.

Persaudaraan Dua Belas Bahasa (Perdusa)

by nyakizza.blogspot.com, 21.37
Dari total 18 orang alumni XII Bahasa, hanya segelintir orang inilah yang masih bisa berlibur bersama. Rindu? TENTU !

Aroma Kebebasan

by nyakizza.blogspot.com, 21.16
Sahabatku, kau tahu mengapa aku memilih tidak lagi mau mengingatkan diri pada siapapun?
karena agama, orang tua, dan nilai serta norma sosial juga adat istiadat terasa begitu mengikat. Lalu, apa fungsi "pacar" yang tak lebih sebagai orang lain atau teman yang dianggap spesial untuk kehidupan seorang gadis muda yang bisa melangkah berpuluh-puluh kali lebih lebar daripada orang-orang seusianya?
Pilihlah pilihanmu.
setiap pilihan dan keputusan yang diambil adalah rasional bagi seseorang pun bagi masyarakat. Rasional bagimu, belum tentu rasional bagiku, pun mereka.
Mungkin dunia tak sesulit yang kita bayangkan atau bahkan lebih sulit dari yang kita bayangkan. Entalah, yang pasti kita sudah punya rel masing-masing.
Jika berani menguasai rel orang lain, maka artinya sudah berani bertabrakan dengan orang lain. Entah itu kau yang menang karena kerangkamu kuat, atau kau yang kalah karena ternyata kerangkamu tak begitu kuat.
Bahkan, ketika kita sudah berjalan pada rel masing-masing pun, dalam keteraturan, kita masih harus bersabar, kita masih harus mengalah.
Bisa jadi karena kita bersimpangan, mengambil satu lajur jalur yang sama atau mengantre di pemberhentian. Ya begitulah....
Memang tak semua orang memiliki tujuan atau cita-cita yang sama, tetapi ada diantaranya yang ternyata memiliki kesamaan tujuan, sehingga salah satu harus mengalah atau berjalan bersisian.
Adapula yang ingin didahulukan karena ia punya kewenangan, punya otoritas.
Mengalah dan menunggu giliran.
Seperti pada sebuah garis evolusi, aku punya, kau pun punya. Dimana kita sama-sama menuju masa renaissance. Bisa jadi aku yang mencapainya terlebih dahulu, kau sedikit atau banyak tertinggal di belakangku.
Ahh... atau aku yang tertinggal di balik punggungmu.
Tak masalah, toh semuanya menuju titik yang sama, harapan yang sama, dengan cara yang berbeda, kondisi yang berbeda dan kemampuan yang berbeda.
Mengapa harus ada dengki yang mengikat, membelenggu hati dan pikiran ini?

Tidak, aku tidak mengikatkan diriku pada siapapun.
Aroma kebebasan.
Tercium, samar-samar. Terbungkus dalam keteraturan.



*BUKAN KARYA SASTRA*

by nyakizza.blogspot.com, 20.57
KUPUTUSKAN (KAU) DENGAN "BISMILLAH...."

terinspirasi dari sebuah judul buku dengan pengubahan.

Aku percaya dan selalu akan percaya bahwa akan ada kehidupan yang lebih baik, lebih indah jika manusia mau berusaha mengubah diri untuk jadi lebih baik. Entah itu hukum alam atau perjanjian Tuhan.

Two Eyes of Protest Ritual: Synergy and Opposition

in , by nyakizza.blogspot.com, 12.23


Who does not remember the figure of president Soeharto, the second president of the Republic of Indonesia? Pak Harto (as his familiar called) served as president of Indonesia within 32 years period. Leadership for over three decades it will be full of oppression, duping people, unfair, anarchists, and serves as a tyrant by means of authoritarian model of leadership. Indonesia during the Soeharto’s regime was apparently under control, development was everywhere, people get subsidized. However, if examined deeper, beneath it all there was corrupt practiced by government officials and Suharto dynasty that could not penetrate the public sphere. The President is known by the nickname "the smiling general" it does have a distinctive smile. A smile could mean happy, cynical or it could mean death. A smile that makes subordinates subject to his command despite a command without a word.

Soeharto's regime got a lot of controversy in the community everywhere. At first, the students began to flare and demonstrations occurred in almost every region in Indonesia. Students feel that an educated person has the responsibility to defend of the people rights. Students as agents of change be representative of the people without (obsession) of public office. They are a group of young people who have fresh ideas, pioneer ideology of liberation, a pioneer of democracy, did not be fooled by the government, injustice and tyranny. Therefore, there appeared various students movement in Indonesia to immediately lower the Indonesian president Soeharto, known by reformation.

This article I wrote to review my lecture article research, Mr. Nugroho Trisnu Brata for meet the task of The Structure of Javanese People Course in the fourth semester. The original title is "RITUAL PROTES GAYA JAWA-YOGYA: SEBUAH ANALISIS ANTROPOLOGI-STRUKTURAL"
Selamat datang di blog saya.
meskipun blog ini agak tidak jelas juntrungannya, tetapi saya selalu ingin berbagi kisah dan hikmah melalui cerita-cerita perjalanan saya yang tentunya yang pernah saya alami dan rasakan sendiri.
Saya selalu menyertakan dokumentasi  berupa gambar. Hal ini saya sertakan agar teman-teman pembaca yang budiman dapat melihat keadaan saat itu lebih riil melalui foto. Disamping itu, saya juga senang mendokumentasikan apapun yang saya lihat. Saya memang belum tahu foto yang baik dan cerita yang baik itu seperti apa, tetapi saya akan mencoba terus menulis dan memotret untuk kepuasan saya dan mungkin bermanfaat untuk anda J

Kali ini saya akan bercerita tentang perjalanan saya yang sudah terlampau lama. Baru sekarang saya ingin menceritakannya pada anda…

Pada hari selasa tanggal 25 Desember 2012, saya sedang berada di Jogja. Saya tinggal di Jogja sekitar satu minggu. Dalam rangka melarikan diri dari Semarang, karena saat itu sedang libur natal dan pekan persiapan ujian akhir semester ganjil. Selama tiga hari, saya menginap di tempat sahabat saya tersayang, Vivi Rosalia yang kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Hari rabu tanggal 26 Desember 2012, kak Alfian dan saya, merealisasikan rencana kami yang sudah kami planning beberapa waktu lalu. Pada malam hari sebelum keberangkatan, kami menyusun rencana untuk jalan-jalan ke Pantai Pok Tunggal di Gunung Kidul. Malam itu juga saya nge-pack beberapa barang-barang yang akan saya bawa travelling esok hari. Barang-barang yang saya bawa dalam tas ialah kamera kesayangan saya yang wajib dibawa kemanapun, minyak  kayu putih, setelan ganti, air minum dalam botol, peta Jogja, masker dan slayer, shampoo dan dompet. Tidak lupa pula saya membawa jaket  parasut ungu kesayangan saya. Setelah semuanya siap dalam tas, saya bergegas tidur agar besok pagi dapat bangun lebih awal dan kondisi badan tetap fit.

Saat hari H, saya dan kak Alfian janjian bertemu di depan Fakultas Peternakan UGM dan kami memulai perjalanan kami pada pukul delapan pagi. Kami berangkat dari UGM menuju Wonosari.
Saya sangat menikmati perjalanan, apalagi pada saat saya yang dibonceng dan tidak akan bergantian membonceng karena kak Alfian pakai motor gedenya. *ahahahay
Sebenarnya saya dan kak Alfian sama-sama tidak tahu jalan menuju pantai Pok Tunggal, jadi kami hanya modal peta, gps handphone saya dan bertanya pada warga setempat.
Di tengah perjalanan, saya melewati Candi Prambanan dan Candi Ratu Boko. Ingin sekali rasanya mampir. Namun, rencana awal kami adalah ke Pok Tunggal dan itu tidak dapat diganggu-gugat. Perjalanan dari UGM ke Wonosari sangatlah lama dan jauh. Jalan menuju ke sana pun sangat berliku, naik-turun perbukitan. Kami melewati beberapa desa dan kota-kota kecil seperti piyungan, terus daerah patuk, Gading , dan sebagainya.
© Alfizza Murdiyono · Designed by Sahabat Hosting