Hai, sudah cukup lama rasanya kita tidak bersua. Ya, mohon maaf, karena belakangan ini saya terlalu sibuk untuk hal-hal yang harus mendapat perhatian lebih dari saya. Saya harus memperhatikan materi perkuliahan saya, kemudian tugas yang datang seperti jerawat, hilang satu, eehhh tumbuhnya banyak yaa, sakit pula, hehehe dan saya harus melakukan observasi lapangan kesana-kemari.
Overall, saya harus harus wajib mencintai apa yang saya lakukan seperti wujud cinta dosen saya kepada mahasiswanya yang disimbolkan melalui tugas ;)
Pada kesempatan yang agak langka ini, saya ingin sekali berbagi cerita tentang pengalaman saya beberapa bulan yang lalu ketika saya harus masuk dan berbaur dalam suatu komunitas adat yang tak pernah saya ketahui sebelumnya.
Pengalaman ini benar-benar baru bagi saya dan mungkin juga sebagian teman saya lainnya.
Yap. Sebuah catatan etnografi yang saya tulis secara telaten selama berada di tempat nun jauh di pedalaman Kalimantan Barat.
Landau , merupakan yang tak pernah saya bayangkan bagaimana wujud tempatnya. Mendengar kata Landau saja baru saat saya dan teman-teman tim ekspedisi sungai Boyan duduk dalam satu ruangan pada salah satu ruang kelas jurusan antropologi budaya, UGM.
Dalam peta yang berskala 1 : 1.750.000 yang ayah belikan di Gramedia Bookstore sebagai hadiah karena saya akan mengikuti program ekspedisi tersebut, saya tidak menemukan tempat yang bernama Landau.
Namun, saya dapat menemukan nama Landau justru dari peta yang di buat oleh teman-teman antro budaya dari hasil foto satelit.
Landau merupakan sebuah nama kampung di kecamatan Melawi Makmur, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Lokasinya cukup jauh dari peradaban kota yang sibuk, berpolusi dan panas. Saya tidak tahu pasti berapa jarak antara kota kecamatan Meliau yang dilalui jalan trans Kalimantan Barat dengan pasarnya yang cukup ramai serta terletak tepat di pinggir sungai Kapuas. Jarak Landau menuju kota kecamatan Meliau kira-kira sekitar 3,5 sampai dengan 4 jam dengan menggunakan sepeda motor.
Nah, di Landau ini, saya punya serentetan cerita yang menarik bagi saya, mungkin juga bagi anda yang tertarik membaca.
Penasaran? Yuk mulai membaca. saya akan selalu menemani anda dalam setiap kalimat yang anda baca *hohoooow
PERJALAN PANJANG
Sabtu, 6 July 2013
Overall, saya harus harus wajib mencintai apa yang saya lakukan seperti wujud cinta dosen saya kepada mahasiswanya yang disimbolkan melalui tugas ;)
Pada kesempatan yang agak langka ini, saya ingin sekali berbagi cerita tentang pengalaman saya beberapa bulan yang lalu ketika saya harus masuk dan berbaur dalam suatu komunitas adat yang tak pernah saya ketahui sebelumnya.
Pengalaman ini benar-benar baru bagi saya dan mungkin juga sebagian teman saya lainnya.
Yap. Sebuah catatan etnografi yang saya tulis secara telaten selama berada di tempat nun jauh di pedalaman Kalimantan Barat.
Landau , merupakan yang tak pernah saya bayangkan bagaimana wujud tempatnya. Mendengar kata Landau saja baru saat saya dan teman-teman tim ekspedisi sungai Boyan duduk dalam satu ruangan pada salah satu ruang kelas jurusan antropologi budaya, UGM.
Dalam peta yang berskala 1 : 1.750.000 yang ayah belikan di Gramedia Bookstore sebagai hadiah karena saya akan mengikuti program ekspedisi tersebut, saya tidak menemukan tempat yang bernama Landau.
Namun, saya dapat menemukan nama Landau justru dari peta yang di buat oleh teman-teman antro budaya dari hasil foto satelit.
Landau merupakan sebuah nama kampung di kecamatan Melawi Makmur, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Lokasinya cukup jauh dari peradaban kota yang sibuk, berpolusi dan panas. Saya tidak tahu pasti berapa jarak antara kota kecamatan Meliau yang dilalui jalan trans Kalimantan Barat dengan pasarnya yang cukup ramai serta terletak tepat di pinggir sungai Kapuas. Jarak Landau menuju kota kecamatan Meliau kira-kira sekitar 3,5 sampai dengan 4 jam dengan menggunakan sepeda motor.
Nah, di Landau ini, saya punya serentetan cerita yang menarik bagi saya, mungkin juga bagi anda yang tertarik membaca.
Penasaran? Yuk mulai membaca. saya akan selalu menemani anda dalam setiap kalimat yang anda baca *hohoooow
PERJALAN PANJANG
Sabtu, 6 July 2013
Saya bangun pagi pada hari sabtu
tanggal enam Juli 2013 pukul empat dini hari. Saya bergegas mandi dan
mempersiapkan packing terakhir hingga pukul lima pagi. Ketika saya sudah siap.
Saya masih merasa mengantuk dan tertidur lagi di atas kasur empuk teman saya,
Tessa. Pada pukul enam pagi, handphone saya
bergetar heboh dan saya terbangun kemudian bergegas menjawab telepon.
“Assalammualaikum”,
kataku
“Waalaikumsalam,
izza. Za, mbak dan teman-teman on the way
jemput kamu. Kamu dimana?” kata mbak niah dari seberang
“Oalah
mbak, cepat ya… Izza di kos teman jalan Pringgodani 10, samping alfamart dekat Universitas Sanatha Dharma”
“ok
za, tunggu depan kos ya. Kami segera tiba.”
Segera saya menutup telepon dan
bersiap ke depan. Namun, belum ada lima menit, taxi yang menemput saya tiba.
Kami menuju bandara.
Sekitar pukul tujuh kurang dua puluh
menit, kami telah sampai di bandara Adisutjipta, Yogyakarta. Sehari sebelumnya,
kami dan tim dari UGM dan Jerman telah berjanji akan bertemu di depan KFC dalam
bandara pada pukul tujuh. Namun, mereka datang terlambat. Saya dan Sembilan
orang teman saya yang dari Unnes, yaitu ada Kak Tegar, Mbak Niah, Mas Marzuqo,
Mbak Yurizka, Mas Zulfikar, Mbak Intan, Mas Imron, Mbak Dyah dan Kanita telah
berkumpul sambil memakan roti yang kami bawa untuk sarapan pagi itu. Saya
membeli beberapa barang, seperti buku ‘monyet’, bolpen, air mineral, dan
roti-roti di minimarket bandara. Buku ‘monyet’ merupakan sebuah buku kecil atau
buku note yang akan saya pergunakan
untuk mencatat data-data lapangan yang saya dapat. Mas Pudjo sebenarnya
menyarankan kepada saya dan kawan-kawan untuk menulis menggunakan pensil,
tetapi saya memilih memakai bolpen saja agar tulisannya jelas di mata saya.
Tidak lama kemudian, datanglah salah
seorang teman kami, mahasiswa semester atas dari UGM yang bernama mas Azam.
Saat itu, saya masih duduk di pinggi jalan untuk melanjutkan mengetik tugas
teori antropologi saya yang belum selesai sambil makan roti. Namun, tak lama
kemudian mas Azam mengajak saya dan teman-teman berpindah ke dekat pintu masuk
ruang check in bandara. Tak jauh dari
pintu masuk ruang check in itulah
kami bertemu dengan sekelompok teman-teman dari UGM dan Jerman yang sudah
ramai. Mereka membawa luggage atau carier bag yang tinggi-tinggi. Ada
beberapa anak yang diantar oleh orang tuanya, ada juga yang diantar oleh
kekasihnya, sementara yang lain diantar oleh teman-temannya. Sejenak sebelum check in saya menyempatkan diri untuk
mengerjakan tugas teori antropologi saya yang harus segera saya selesaikan.
Sekitar pukul tujuh lebih, saya dan teman-teman diajak masuk ke ruang check in. Di dalam ruang check in tersebut, saya dan teman-teman
kembali berkumpul, kemudian saya melanjutkan mengetik tugas saya lagi. Untung
saja saat itu pemikiran saya sedang bisa diandalkan meskipun dalam keadaan
darurat. Di dalam ruang check in kami
menunggu pendataan barang bagasi selama kurang lebih pukul setengah sembilan.
Setelah mendapatkan airtax dan kartu
nomor duduk dari bandara, kami dipersilahkan masuk ke dalam ruang tunggu
keberangkatan. Saya duduk di salah satu kursi, kemudian kembali melanjutkan
tugas sayayang belum selesai. Pukul setengah sebelas siang pesawat kami datang.
Saya tetap menunggu di bangku ruang tunggu keberangkatan sambil mengerjakan
tugas hingga datang panggilan untuk masuk ke pesawat. Pukul sebelas kurang,
kami memasuki pesawat. Pesawat lepas landas pada pukul sebelas siang.
Pesawat Express Air yang kami
tumpangi terbang di langit atas Pulau Jawa, kemudian melintasi selat Jawa dan
kemudian terbang di atas Pulau Kalimantan. Satu setengah jam kemudian sampailah
kami di Bandara Supadio Pontianak. Begitu turun dari pesawat, saya bergegas
jalan menuju bis yang mengangkut penumpang yang turun menuju terminal
kedatangan bandara.
Udara di luar pesawat sangatlah
panas. Cahaya matahari yang silau di mata dan menyengat-nyengat kulit.
Begitulah keadaan yang lumrah di daerah yang dilintasi oleh garis khayal khatulistiwa.
Pukul setengah satu lebih lima
menit, saya sudah berada di dalam bandara dan segera menuju tempat mengambil
bagasi. Menunggu bagasi sangatlah lama. Oleh karena itu, saya memilih untuk
pergi ke kamar kecil dan mencuci muka di wastafel.
Toilet di bandara Supadio lumayan bersih dan terang. Ada lima pintu wc
lengkap dengan wc duduknya yang bersih. Keramik toilet berwarna crème. Di ruang tersebut terdapat kaca
besar yang menyatu dengan wastafel yang
digunakan pengunjung untuk bercermin dan juga sangat bersih. Setelah buang air
kecil, saya meninggalkan toilet menuju pengambilan bagasi dan mengantre disana.
Tak lama, tas ransel saya yeng berisi pakaian sekitar lima potong, jilbab tiga
lembar, celana bahan satu lembar, kopi Jawa empat bungkus, ada handuk juga,
kemudian ada dalaman saya yang jumlahnya tidak banyak. Namun anehnya, tas
ransel saya begitu berat sehingga saya memasukkan ransel tersebut ke bagasi.
Setelah mendapati tas saya dan
menggendongnya, saya keluar ruang kedatangan tersebut. Di luar, sudah ada satu truck berwarna biru milik TNI AU Bandara
Supadio. Teman-teman saya yang laki-laki sibuk menaikkan luggage milik anggota yang lain. Saya pun meminta tolong teman saya
untuk menaikkan tas r.ansel saya tadi yang sudah saya isikan laptop sehingga
tas tersebut harus berada di atas agar tidak terhimpit tas lain. Setelah semua
tas dinaikkan ke atas truck TNI
tersebut, Mas Pudjo menawarkan kami untuk ikut naik truck dan sebagian lainnya jalan kaki menuju pelabuhan speedboat dan klotok. Saya lebih memilih
ikut naik truck dari pada jalan kaki,
karena kalau jalan kaki agak jauh dan capek, ditambah lagi panas yang
melemahkan tubuh.
Sepuluh menit kemudian kami yang
menumpang truck sudah sampai di
tepian sungai Kapuas. Di sana ada beberapa warung warga yang menjual makanan
berat dan makanan ringan. Di warung yang paling pinggir (dekat sungai) menjual
nasi lengkap dengan lauk-pauknya seperti gulai, semur, sayuran di oseng, di sop
dan sebagainya. Turun dari truck, saya
ikut membantu mas Zuqo, Mas Fikar, Ogir, Bang Ardan menurunkan barang-barang ke
depan warung makan tadi. Setelah itu, saya duduk-duduk menunggu teman-teman
yang lain di depan warung makan sambil menikmati sebotol air mineral. Tak lama
kemudian, datanglah rombongan teman-teman saya yang berjalan kaki dari bandara
tadi. Tak tampak raut lelah dari mereka, yang tampak adalah wajah-wajah ceria.
Mas Pudjo sebagai pemimpin rombongan telah datang dan langsung menyuruh kami
makan siang di warung atau menunggu nasi bungkus. Saya membeli sebotol air
mineral lagi dan mengambil sebungkus nasi jatah makan siang saya. Saya makan di
bawah terik matahari di tepi sungai Kapuas bersama partner saya, Vega, Asti,
dan Gloria. Kami mengobrol dan bercanda sambil menyantap lahap suap demi suap
nasi.
Setelah makan siang, saya pergi ke
masjid yang letaknya tak jauh dari tepi sungai. Masjid Desa Sungai Durian
namanya. Masjid tersebut masih dalam tahap pembangunan. Dindingnya masih belum
di cat, baru saja di plaster. Saat tiba disana, saya menjumpai dua orang bapak
yang sedang duduk santai sambil merokok dan minum kopi di beranda masjid. Saya
meminta izin untung men-charge laptop
dan handphone. Kedua bapak tersebut
mempersilahkan saya. Mereka sangat ramah. Saya dibantu untuk mencolokkan kabel
laptop ke terminal atau stop kontak listrik disana. Di masjid itu saya kembali
melanjutkan tugas teori antropologi saya yang belum selesai juga. Namun, karena
kepala saya sudah pusing, saya mengerjakan tugas tidak terlalu konsentrasi dan
hasilnya pekerjaan saya kurang baik. Akhirnya, saya membeli paket internet
untuk handphone saya. Saya
mengirimkan tugas teori antropologi dan kajian etnografi saya melalui email kepada Pak Bayu, dosen saya.
Untung saja, Pak Bayu mau menerima tugas saya itu.
Usai mengerjakan tugas, saya membawa
sabun wajah ke kamar mandi di masjid. Disana saya mencuci muka dan kaki saya.
Kemudian saya melakukan sholat dzuhur dan sholat ashar.
Waktu itu pukul setengah tiga siang.
Saya diajak teman saya kembali ke pinggir sungai dan bergabung dengan teman-teman.
Saya pergi ke pinggir sungai bersama Mas Imron yang kebetulan saat itu baru
selesai sholat.


