ETNOGRAFI DI INDONESIA : BERBAGAI CIRI
(Ditulis oleh Prof. Heddy Shri Ahimsa Putra)

Ketika berbicara mengenai etnografi di Indonesia, maka kita tidak bisa terlepas dari buku-buku referensi seperti Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Masyarakat Desa di Indonesia Masa Kini, Penduduk Irian Barat, Masyarakat Terasing di Indonesia yang diedit oleh Prof. Koentjaraningrat, Minawang dari H.S. Ahimsa Putra, Dunia Orang Sawu dari N.L. Kana, Tradisi Pesantren dari Z. Dhofier, Manusia dan Hutan dari H. A. Pranowo, Konflik dan Integrasi dari A. F. Nasution, The Javanesse Trah dari S. Sjairin, serta berbagai macam artikel yang ditulis oleh para ahli antropologi dan dimuat dalam berbagai macam jurnal.


Jika kita perhatikan isi dari berbagai macam buku dan artikel etnografi tersebut, maka dari perspektif tertentu kita akan dapat mengelompokkan mereka ke dalam tiga kategori, yakin etnografi yang bersifat asal deskripsi yang kemudian disebut Etnografi Awam, kemudian etnografi yang berisi deskripsi, baik yang mendalam maupun dangkal, tetapi juga bersifat klasifikatif, yang kemudian disebut Etnografi Laci, dan yang terakhir  adalah etnografi yang berisi deskripsi juga, namun sudah lebih analitis yang disebut Etnografi Analitis.




Etnografi Awam
Etnografi Laci
Etnografi Analitis
a.
Bukan ditulis oleh ahli Antropologi (biasanya berasal dari wartawan)
Hanya berisi pelukisan tentang kebudayaan dan sukubangsa
Memusatkan perhatian pada fenomena tertentu (politik, kekerabatan, agama, dsb)
b.
Banyak dimuat dalam majalah-majalah popular atau surat kabar
Umumnya sudah lebih sistematis (uraian sudah mengikuti urutan tertentu yang telah ditentukan, yaitu 7 unsur kebudayaan universal)
Penulis juga mengambil jarak dengan obyek dan subyek penelitian.
c.
Deskripsinya datar. Umumnya tidak terdapat analisa ataupun kesimpulan tertentu dari penulis mengenai apa yang dituliskan
Judul-judul semacam laci tempat penulis memasukkan informasi
Masih belum ditemukan adanya dialog antara peneliti dengan informan, maka yang tampil adalah berbagai abstraksi.
d.
Judul dibuat semenarik mungkin, berlawanan dengan pendapat umum agar orang tertarik membaca artikel tersebut.
Sudah lebih “ilmiah” atau antropologis (kita akan menemukan konsep-konsep analitis yang penting dalam antropologi.
Diawali dari sebuah permasalahan tertentu. Mencari solusinya melalui penelitian (lapangan maupun pustaka).
e.
Focus pembicaraan tidak sangat tajam/ tidak mendalam
Ditujukan pada publik yang lebih terbatas (mereka yang tahu, memahami, dan dapat menjelaskan fenomena sosial budaya sserta ingin memahami kehidupan dan dinamika masyarakat dan kebudayaan.
Berupaya menampilkan keterkaitan antara unsure budaya satu dengan yang lain dan mencari benang merah dalam permasalahannya.
f.
Tidak mencoba memberikan penjelasan dan analisis.
Sering ditemui pendefinisian beberapa konsep, untuk mencegah simpang-siurnya pendapat antara penulis dengan pembaca.
Memiliki karakter sistematis, teratur, dan memiliki alur pemikiran yang jelas.
g.
Tidak terdapat kerangka teori seperti yang kita temukan pada buku-buku atau artikel antropologi ilmiah.
Penulis tampak mengambil jarak dengan subjek etnografinya (tampak sebagai seorang pengamat).
Bersifat argumentative, informative, eksplanatif (menjelaskan) dan juga interpretative (menafsirkan).
h.
Ada jarak antara penulis etnografi dengan para informan dan dengan apa yang ingin disampaikan pada pembaca.
Penulis menghindari pandangan subyektif. Penulis etnografi laci beranggapan bahwa apa yang mereka tampilkan adalah yang paling “objektif”

i.
Menampilkan obyek/subyek apa adanya, tanpa dibumbui tafsir dan analisis.
Bagi penulis etnografi laci, bahasa dipakai untuk menampilkan dan memaparkan realitas empiris

j.
Dianggap “data mentah”. Bisa dimanfaatkan oleh para ilmuan sosial-budaya untuk menjelaskan fenomena tertentu.
Menampilkan abstraksi atas hal-hal yang ia dengar, lihat dan mungkin alami selama peneliti tinggal di lapangan.

k.
Tidak ada perenungan-perenungan dari penulis dan hasil etnografinya. Terbatasnya ruang menjadi penyebabnya.
Tampak adanya otoritas penulis. Pembaca tidak diberikan kesempatan untuk menilai ketepatan abstraksi dan interpretasi atas keterangan informan.

l.
Sangat informative (informasi sangat rinci, ada kutipan kata-kata informan secara langsung, sangat reliable, dan dapat dipercaya).
Otoritas dan reability dalam etnografi laci didasarkan pada dua hal;
Kewargaan suku-bangsa dan keberadaan di tempat.

m.
Kadang, lebih terasa sentuhan kemanusiaannya karena sosok informan lebih jelas.
Sudah ada kerangka teori, tetapi belum terlalu eksplisit. Masih agak tersembunyi.
Judul dan cara penulisannya lebih variatif
n.

Menggunakan epistemology yang positivistic.
Penulis tampak sebagai analyst atau interpreter.
o.

Berawal dari keinginan untuk membuat perbandingan atau studi perbandingan. Tidak ditemukan kesimpulan tertentu ataupun sudut pandang baru.
Penulis berusaha memahami gejala sosial tertentu dengan menempatkannya pada konteks yang lebih luas.
p.

Pemaparan kenudayaan terasa datar dan tidak menampilkan kenyataan yang sebenarnya.

q.

Pemaparan suku-bangsa dan kebudayaan merupakan rekonstruksi dari penulis, bukan realitas yang didengar dan dialami oleh penulis. Penulis menjelma menjadi cultural creators (pencipta kebudayaan).
(King, 1990)
Memiliki kerangka teori yang bersifat eksplisit (berfungsi untuk membimbing penulis mengorganisir datanya dan menjadi alat pembenaran etnografi untuk memperoleh status ilmiahnya.

SISTEM KEKERABATAN DALAM SUKU BUGIS-MAKASSAR

in , by nyakizza.blogspot.com, 22.04

SISTEM KEKERABATAN DALAM SUKU BUGIS-MAKASSAR


Suku bangsa Bugis-Makassar adalah suku bangsa yang mendiami bagian terbesar dari jazirah selatan dari pulau Sulawesi. Orang Bugis juga sering disebut orang Ugi. Sistem kekerabatan masyarakat Bugis disebut dengan assiajingeng  yang tergolong bilateral atau lebih tepat parental, yaitu sistem kekerabatan yang mengikuti lingkungan pergaulan hidup dari ayah maupun dari pihak ibu atau garis keturunan berdasarkan kedua orang tua. Hubungan kekerabatan ini menjadi sangat luas disebabkan karena, selain ia menjadi anggota keluarga ibu, ia juga menjadi anggota keluarga dari pihak ayah.
Hubungan kekerabatan dihitung melalui dua jalur, yaitu hubungan kerabat sedarah (consanguinity) yang disebut seajing (réppé maréppé) atau sampunglolo, dan hubungan kerabat karena perkawinan (affinal) yang disebut siteppa-teppa (siteppang maréppé ). Kerabat seajing amat besar peranannya dalam kehidupan sehari-hari, selain berkewajiban mengurus masalah perkawinan dan kekerabatan. Anggota keluarga dekat inilah yang menjadi to masiri’ (orang yang malu) bila anggota keluarga perempuan nilariang (dibawa lari oleh orang lain) dan mereka berkewajiban membela dan mempertahankan sirik atau siri, yaitu martabat atau harga diri keluarga luas tersebut. Sementara keluarga siteppa-teppa baru berperan banyak apabila keluarga luas tersebut mengadakan upacara-upacara seputar lingkaran hidup, seperti upacara perkawinan, kelahiran, kematian, mendirikan rumah baru, dan sebagainya.

Adapun anggota keluarga yang tergolong seajing (réppé maréppé) yaitu:
  1. Iyya, Saya (yang bersangkutan)
  2. Indo’ (ibu kandung iyya)
  3. Ambo’ (ayah kandung iyya)
  4. Nene’ (nenek kandung Iyya baik dari pihak ibu maupun dari ayah
  5. Lato’ (kakek kandung Iyya baik dari ibu maupun dari ayah)
  6. Silisureng makkunrai (saudara kandung perempuan Iyya )
  7. Silisureng woroané (saudara laki-laki iyya)
  8. Ana’ (anak kandung iyya)
  9. Anauré (keponakan kandung iyya)
  10. Amauré (paman kandung iyya)
  11. Eppo (cucu kandung iyya)
  12. Inauré / amauré makkunrai (bibi kandung iyya)
Sedangkan anggota keluarga yang termasuk siteppa-teppa (siteppang maréppé) yaitu :
  1. Baine atau indo’ ‘ana’na (istri iyya)
  2. Matua riale’ (ibu ayah/ kandung istri)
  3. Ipa woroané (saudara laki-laki istri iyya)
  4. Ipa makkunrai (saudara kandung perempuan istri iyya)
  5. Baiseng (ibu / ayah kandung dari isteri / suami)
  6. Manéttu riale’ (menantu, istri atau suami dari anak kandung iyya).

Laporan Observasi di Pasar Johar

in , by nyakizza.blogspot.com, 15.05

Perjalanan Menuju Johar menggunakan angkutan umum kami mulai pada pukul 13.50 dengan rute perjalanan sebagai berikut; berangkat dari UNNES, kemudian turun di Jembatan Besi Sampangan dengan membayar ongkos sebesar Rp. 2.500 per orang. Setelah itu berjalan kaki beberapa meter mengejar angkutan umum selanjutnya dengan rute Sampangan - Simpang Lima – Johar. Saat itu cuaca terasa sangat terik dan hawa Semarang terasa amat panas, terlebih lagi di dalam angkutan umum harus duduk berdesak-desakan. Beberapa orang anggota kami, yaitu Miko dan Izza terlihat lemas karena merasa pusing dan mual. Setelah beberapa puluh menit kami melakukan perjalanan yang sangat melelahkan dari Sampangan menuju Johar, kami diturunkan oleh supir angkutan tersebut di depan gapura Pasar Ya’ik Baru, kemudian kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki mengelilingi pasar Ya’ik dan Johar.


Yang pertama kali menarik perhatian ketika sampai di sana, kondisi sanitasi di pasar Johar tidak memenuhi standar kebersihan. Sanitasinya kurang baik dan sistem pengairan di pasar ini sangat buruk. Pedagang maupun pengunjung membuang sampah ke saluran air dan hal itu menyebabkan tersumbatnya saluran sehingga air selokan meluap. Sanitasi yang lain adalah toilet umum. Keadaan toilet sebagai sarana umum tidak menunjukkan kebersihan dan kesehatan. Toilet terlihat kotor dan jorok meskipun terdapat penjaga toilet dan ada penarikan biaya bagi siapa saja yang menggunakan toilet. Setiap pengguna toilet dibebankan biaya kebersihan sebesar Rp. 1000,- .

Keadaan parkiran di pasar Johar terlihat sudah cukup tertata rapi, dan  kondusif. Untuk satu kali parkir dikenakan biaya yang berbeda tarifnya, biasanya untuk sepeda motor dikenakan biaya seribu rupiah sedangkan untuk mobil dua ribu rupiah. Keamanan parkiran diragukan karena petugas parkir kurang mengontrol kendaraan-kendaraan yang terparkir. Hal itu disebabkan karena kendaraan yang parkir cukup banyak tetapi jumlah petugas parkir tidak sebanding dengan jumlah kendaraan tersebut. Oleh karena itu, pemilik kendaraan harus menjaga kendaraan dan barang bawaannya masing-masing (meletakkan helm dalam jok motor, mengunci pintu mobil, tidak meninggalkan barang berharga pada kendaraan).

Tata ruang di pasar Johar masih terasa berantakan dan belum tertata rapi. Tetapi, di pasar Johar sudah dibuat blok-blok menurut jenis barang dagangan yang dijual. Di lantai bawah terdapat barang dagangan seperti barang sandang dan pangan sementara di lantai dua terdapat barang dagangan seperti grosir buah-buahan dan buku-buku bekas.
Tidak jauh dari gapura masuk Pasar Ya’ik terdapat pos keamanan dimana pada saat kami kunjungi, tidak terdapat penjaga pos keamanan tersebut. Pos-pos keamanan tersebut terdapat di depan pintu masuk dan di belakang. Salah satu nama pos keamanan tersebut adalah pos PAM Swakarsa Bambu Kuning.
Untuk produk yang dijual di pasar johar sangat beranekaragam. Seperti buku, makanan berat dan makanan ringan, barang-barang elektronik, bahan mentah (ikan, daging, sayur, dll), lauk pauk, pakaian, tas, buah-buahan, alat-alat rumah tangga, sepatu dan lain sebagainya.
Suasana di pasar Johar ramai seperti pasar pada umumnya, mengingat pasar Johar juga merupakan pasar yang tertua di Semarang dan pusat perdagangan tradisonal. Di pasar Johar, para pedagang sangat ramah kepada pengunjung dan juga interaksi antar pedagang sangat bagus.
Hawa yang terasa di pasar Johar amat panas, sering kali pengunjung harus berdesak-desakan dengan pengunjung lain dan bau tak sedap tercium dimana-mana terutama pada pasar ikan, namun berbeda dengan aroma pada pasar buah yang lebih harum dan bersih juga tidak becek. Terdapat pemandangan yang sangat menarik perhatian kami ketika berjalan-jalan di pasar buah yaitu ketika bongkar barang dari truk-truk yang memuat buah-buahan dari berbagai daerah produksi untuk didistribusikan ke Pasar Johar dan di jual ke berbagai daerah di Semarang maupun langsung di jual eceran oleh pedagang-pedagang di Pasar Johar, ketika itu juga para kuli panggul mendekat dan mulai mengisi keranjang di punggung mereka hingga penuh dengan buah-buahan. Yang menarik adalah ketika seorang ibu menggendong keranjang di punggungnya yang penuh dengan buah melon berukuran besar, yang beratnya berkali-kali lipat berat badannya karena tubuh ibu itu kurus dan kecil namun sangat kuat.

Di sekitar lingkungan pasar Johar terdapat masjid yang bernama Masjid Agung Kauman Semarang. Masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai tempat istirahat atau tempat singgah para pedagang dan pengunjung pasar atau masyarakat umum yang kelelahan.
Adapula orang-orang yang mengumpulkan rupiah demi rupiah di pelataran masjid, mereka menunggu ada dermawan yang mengulurkan tangannya ke dalam gelas plastik yang mereka bawa. Seratus, dua ratus, lima ratus, lumayan.







hasil observasi pada tanggal 5 Nopember 2012 di Pasar Johar
Bersama : Miko, Lily, Hilda, Debie, Devi dan Saya. Observasi ini dilakukan untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiologi desa-kota






Selamat datang di blog saya.

Meskipun blog ini agak tidak jelas juntrungannya, tetapi saya selalu ingin berbagi kisah dan hikmah melalui cerita-cerita perjalanan saya yang tentunya yang pernah saya alami dan rasakan sendiri.
Saya selalu menyertakan dokumentasi  berupa gambar. Hal ini saya sertakan agar teman-teman pembaca yang budiman dapat melihat keadaan saat itu lebih riil melalui foto. Disamping itu, saya juga senang mendokumentasikan apapun yang saya lihat. Saya memang belum tahu foto yang baik dan cerita yang baik itu seperti apa, tetapi saya akan mencoba terus menulis dan memotret untuk kepuasan saya dan mungkin bermanfaat untuk anda :)

Kali ini saya akan bercerita tentang perjalanan saya yang sudah terlampau lama. Baru sekarang saya ingin menceritakannya pada anda…

Pada hari selasa tanggal 25 Desember 2012, saya sedang berada di Jogja. Saya tinggal di Jogja sekitar satu minggu. Dalam rangka melarikan diri dari Semarang, karena saat itu sedang libur natal dan pekan persiapan ujian akhir semester ganjil. Agak aneh ya, libur minggu tenang kok malah dipakai untuk jalan-jalan bukannya belajar... *hehehe
Selama tiga hari, saya menginap di tempat sahabat saya tersayang, Vivi Rosalia yang kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Sisanya, saya menginap di rumah saudara saya di dekat UGM.

Hari rabu tanggal 26 Desember 2012, kak Alfian dan saya, merealisasikan rencana kami yang sudah kami planning beberapa waktu lalu. Pada malam hari sebelum keberangkatan, kami menyusun rencana untuk jalan-jalan ke Pantai Pok Tunggal di Gunung Kidul. Malam itu juga saya nge-pack beberapa barang-barang yang akan saya bawa travelling esok hari. Barang-barang yang saya bawa dalam tas ialah kamera kesayangan saya yang wajib dibawa kemanapun, minyak  kayu putih, setelan ganti, air minum dalam botol, peta Jogja, masker dan slayer, shampoo dan dompet. Tidak lupa pula saya membawa jaket  parasut ungu kesayangan saya. Setelah semuanya siap dalam tas, saya bergegas tidur agar besok pagi dapat bangun lebih awal dan kondisi badan tetap fit.

Saat hari H, saya dan kak Alfian janjian bertemu di depan Fakultas Peternakan UGM dan kami memulai perjalanan kami pada pukul delapan pagi. Kami berangkat dari UGM menuju Wonosari.
Saya sangat menikmati perjalanan, apalagi pada saat saya yang dibonceng dan tidak akan bergantian membonceng karena kak Alfian pakai motor gedenya. *ahahahay

Sebenarnya saya dan kak Alfian sama-sama tidak tahu jalan menuju pantai Pok Tunggal, jadi kami hanya modal peta, gps handphone saya dan bertanya pada warga setempat.

Di tengah perjalanan, saya melewati Candi Prambanan dan Candi Ratu Boko. Ingin sekali rasanya mampir. Namun, rencana awal kami adalah ke Pok Tunggal dan itu tidak dapat diganggu-gugat. Perjalanan dari UGM ke Wonosari sangatlah lama dan jauh. Jalan menuju ke sana pun sangat berliku, naik-turun perbukitan. Kami melewati beberapa desa dan kota-kota kecil seperti piyungan, terus daerah patuk, Gading , dan sebagainya.

Sesampainya di daerah kota Wonosari, kami kebingungan mencari jalan. Ternyata kami telah berjalan selama tiga jam. Kemudian kami memutuskan untuk berhenti sejenak di pinggir jalan dan mendatangi seorang bapak yang sedang berdiri di pinggir jalan di depan car wash. Saat itu saya kehilangan sinyal handphone dan saya merasa kesulitan ketika hendak membuka GPS dari smartphone saya. Membawa peta Jogja pun kurang berarti karena Pantai Pok Tunggal merupakan pantai baru yang belum terdaftar dalam peta.
Kak Alfian dan saya turun dari motor dan mendatangi bapak tersebut.

“Permisi pak… numpang Tanya ya pak…” kata kak Alfian dengan ramah.
“Oh iya mas, monggo …” sahut Bapak tersebut dengan ramah pula
“Kalau mau ke pantai Indrayanti bagaimana ya pak ?”
“oh itu, lurus terus mas, nanti gak jauh dari sini ada pos polisi setelah jembatan, masnya belok kanan setelah itu lurus terus. Nanti setelah itu ada petunjuk jalannya kok mas” jelas sang Bapak
“dari sini, lurus, ada jembatan setelah itu pos polisi belok kanan. Begitu ya pak …”
“iya mas…”
“Terimakasih banyak ya pak…”
“nggih mas, monggo, monggo …”
“matur suwun ya pak…” kata saya sambil senyum-senyum
“nggih mbak, monggo” sahut Bapak tersebut dengan ramah

Kemudian kami melanjutkan perjalanan sesuai dengan petunjuk Bapak tadi. Kami berhenti sejenak di Alfamart untuk membeli jajanan untuk kami makan di pantai agar lebih irit.
Kami memasuki daerah Gunung Kidul pada pukul 10:32.
Di perjalanan kami berpas-pasan dengan rombongan bikers yang sedang lintas alam dengan sepeda. Saat itu gerimis turun dan kami khawatir akan kehujanan di tengah perjalanan.
Namun, ternyata gerimisnya tidak lah lama. Matahari kembali bersinar sangat terik. Kami masih memacu roda dua untuk terus berputar manjat dan turun dari perbukitan karst di daerah Gunung Kidul.
Saya sibuk memotret selama perjalanan.

“enak ya dek ?”
“enak bangeeeettt kak” jawabku sumringah kesenangan.
“iya lah, kamu kan bisa menikmati pemandangan. Kakak nyetir dan konsen ke jalan. Huft” kata kak Alfian
“hehehe, capek ya kak ? nanti kakak lihat hasil-hasil fotonya aja yaa”
“ya lumayan, pegel sih tangannya”
“sabar ya kakak, heemmm”

Saat itu saya sempat berpikir, apakah benar ada laut di balik bukit-bukit karst yang tandus ini ?
kok masyarakat Gunung Kidul bisa bertahan hidup dalam kondisi daerah yang sepertinya sulit untuk diolah lahannya dan juga sepertinya sulit untuk medapatkan air.
Saya melihat batuan-batuan besar di sepanjang jalan. Batu-batu tersebut terpencar-pencar hingga memenuhi lahan yang ditanami singkong, pisang, ada ubi-ubian juga.
Saya masih terheran-heran, bagaimana cara warga mengolah lahan yang berbatu dan berkapur seperti itu.
Kemudian, darimana ya warga mendapatkan air ? Apakah di bawah tanah kapur tersebut menyimpan air yang cukup?
(ayo anak geografi jelaskan pada saya *hehehe)
Karena jalanan tampak sepi, kak Alfian memacu kendaraannya dengan agak cepat. Sehingga tidak lama setelah itu, kami menemukan pertigaan. Disinilah titik awal kesesatan-demi-kesesatan yang akan kami jalani bersama. Kesesatan-kesesatan itu pula yang mengantarkan kami lebih mengetahui jalan menuju pantai terjauh yang ada di Jogja, yaitu Pantai Sadeng yang berbatasan dengan pantai di Wonogiri.
Dari pertigaan itu,  jika kami belok kanan, maka kami akan menemukan pantai Baron, Kukup, Krakal, dan kawanannya. Sementara jika kami belok kiri, maka kami akan mendapati pantai Siung, Wedi Ombo dan Sadeng ke arah Pacitan, Jawa Timur.
Kak Alfian dan saya memilih belok kiri karena kami kira pantai Pok Tunggal ada disana.
Kemudian kami  terus menyusuri jalan yang beraspal halus. Kami menemukan persimpangan lagi. Kami memilih belok kanan karena kami tahu pantainya ada di sebelah kanan  kami.
Dari yang tadinya jalan aspal, kami memasuki jalan kecil yang hanya cukup dilalui oleh satu mobil dan satu motor berdampingan. Dari persimpangan awal tadi, kami masuk sekitar dua kilometer hingga menemukan pos penjaga yang menjual karcis masuk.

“Pak, ini pantai Pok Tunggal bukan ?”
“Loh, ya bukan toh mas. Ini Pantai Siung. Kalau ke Pok Tunggal masih enam kilometer lagi dari simpangan yang mas lewati tadi. Dari sini ke simpangan saja sudah dua kilo mas” kata Bapak penjual karcis masuk tersebut.
Bak disambar geledek, kami sangat shock mendengar penjelasan Bapak tersebut.
“Kak, ternyata kita salah. Gimana dong nih?” tanyaku gusar
“Kalau kita balik lagi sama dengan jalan sepuluh kilo lagi. Rugi juga udah sampai sini ya” kata kak Alfian dengan raut wajah aneh, lucu bin unyuuu :D
“gimana kalau kita ke pantai aja kak ?”
“Pak, ke pantai Siung berapa kilo lagi ya?” Tanya kak Alfian pada Bapak penjual karcis
“Ini lho mas, pantainya di balik bukit ini. Setengah kilo aja kok… udah masuk aja lah mas, nanggung lho kalau balik lagi” kata Bapak sambil tertawa

Akhirnya, kita lebih memilih untuk mampir di Pantai Siung daripada putar balik dan mencari pantai Pok Tunggal.

Saat masih di atas bukit, kita berdua sudah teriak-teriak seperti orang kegirangan.
“Pantaaaiiiiii….. Paaanntttaaaiiiii…. Suurgaaaa.”
“Surga di balik bukit”
“wuuhhuuuhhuuuwwuuuhhuuuwwhhuuuu… uhuhuhuhuuuuuhhaahhhauuuuu”
Kami bersahut-sahutan seperti orang utan saking senangnya melihat kilauan air laut yang diterpa sinar matahari yang sangat terik waktu itu.
“Dek, sampai pantai kakak mau langsung nyebur” kata kak Alfian bersemangat
“jangan kak, ini kan bukan tujuan kita. Kita kan maunya mandi di Pok Tunggal toh”
“oh iya ya dek … yaudah, kakak mau main air aja tapi gak mandi”
“yuuhhuuuu kakak”
Finally, kami sampailah di tempat parkir, tidak jauh dari pantai. Ternyata pantai Siung masih belum dikunjungi banyak orang. Kami menemukan sekelompok orang  yang sedang sibuk persiapan untuk pemotretan prewedding. Tampak juga beberapa keluarga yang sedang piknik dan ada anak-anak yang sedang mandi di laut memakai ban bebek dengan diawasi kedua orang tuanya.
Saya memandang sekeliling. Wajah saya terasa panas sekali. Kak Alfian sudah melepas sepatunya dan memasukkannya ke dalam tas. Ia langsung masuk ke dalam air.
Saya memilih untuk tetap berada di tepi pantai dan menyiapkan kamera untuk mengambil gambar.

Teriknya matahari siang itu membuat saya tidak dapat berkonsentrasi dengan baik dalam setiap shoot. Bidikan saya banyak yang meleset. Cakrawala tidak seimbang, warna juga kacau…Duh !
Akhirnya saya jongkok di bawah nyiur.
Ngadem.
Kepala saya terasa pusing. Kemudian saya mengambil botol minum yang saya bawa dan saya meminum beberapa teguk air. Saat itu jam sebelas lebih enam menit.

Kak Alfian mendatangi saya. Ia tampak bersemangat sekali. Kemudian, ia mengajak saya mendaki bukit kecil yang ada di bibir kiri pantai. Saya mengikutinya. Kak Alfian mensupport saya untuk kuat dan terus memanjat bukit.
Separuh perjalanan mendaki, saya sudah terkagum-kagum dengan pemandangan disana. SUBHANALLAH ! FANTASTIC !

Saya sempat mengabadikan moment-moment disana, lalu kami mendaki lagi.
Sesampainya di atas bukit kecil tersebut, jantung saya berdebar-debar karena saya takut ketinggian.
Bukit tersebut menjorok langsung ke laut yang airnya berwarna biru agak gelap.
Saya sangat hati-hati berdiri disana. Gemetaran.

“Dek, ayo foto-foto” kata kak Alfian yang sudah duduk mendekati ujung bukit tersebut.
“ya ampun kak, aku gemetaran”
“sudah tenang aja. Gakpapa asalkan kita hati-hati … Jalannya sambil jongkok aja kalau takut sambil berdiri”
“Iya kak. Aku duduk sini aja deh”
Aku duduk di atas tanah yang panas sekali dan menyiapkan kamera, mengatur shutter, iso, dan diafragma.
Setelah itu, kita berfoto-foto narsis.

Kala  itu, matahari sedang berada di atas kepala. Pukul 11:30.
Panas ! Membara ! hiiiittttttaaaaaaammmmmmmm terpanggang sinar matahari di siang bolong.
huft.

Inilah beberapa foto-foto kami dari awal perjalanan hingga sampai di Pantai Siung.

Semarak Semarang Night Carnaval

in , , , , by nyakizza.blogspot.com, 23.51
Sugeng Rawuh :)

Saya hendak berkisah pada teman-teman semua mengenai Semarang Night Carnaval yang baru saja diadakan di Kota Semarang.

Semarang Night Carnaval (SNC) yang digelar pada tanggal 3 Mei 2013 merupakan salah satu acara yang paling ditunggu-tunggu dalam serangkaian acara yang digelar untuk memperingati HUT Kota Semarang yang ke-466. Dalam SNC ini, ratusan peserta mengenakan kostum-kostum unik yang dirancang khusus sesuai tema yang diusung yaitu flora. Peserta yang sebagian besar adalah pelajar dari berbagai sekolah se-kota Semarang mengenakan kostum terbaik mereka dan tampak sangat mewah juga meriah.
Kostum-kostum unik dengan berbagai warna dan bentuk-bentuk bunga tersebut menjadi daya tarik bagi ribuan penonton yang berbaris tiga sampai empat lapis memadati jalanan pagelaran yang dimulai dari kawasan Tugu Muda hingga Simpang Lima.
Para peserta berjalan melenggak-lenggok bak model di atas karpet merah. Diantara para peserta, terdapat peserta yang paling ditunggu-tunggu kehadirannya, yaitu peserta waria yang berpenampilan heboh dan lucu. Para penonton sangat antusias menyaksikan penampilan mereka,

Karnaval ini juga semakin semarak dengan ditampilkannya marching band dari Akademi Kepolisian yang tampil pada barisan paling depan yang mengeluarkan dentuman-dentuman harmoni nada.
Semarang Night Carnaval ini telah menjadi agenda rutin tahunan dan menjadi daya tarik wisata kota Semarang.

Acara ini diakhiri dengan dinyalakannya kembang api pada pukul 00.00 WIB sebagai penutup kemeriahan ulang tahun kota Semarang.
Saya dan teman-teman "CLIC" yaitu Mbak Ijup, Mas Salim, Mas Uul, Mas Brili dan Mbak Niken, Mas Indarto, Sebi, Mas Ganang dan kekasihnya, kami bersama-sama mengikuti acara ini dengan sangat sibuk, karena kami harus mengejar moment-moment keren untuk difoto. Tentulah sangat melelahkan, namun juga menyenangkan karena pada akhirnya "narsisme" memang tidak dihindarkan. *hahahaha
Betapa menyenangkannya malam itu bersama My Fams CLIC ({kisshug})

Inilah beberapa hasil jepretan saya yang mungkin hasilnya kurang baik, tetapi yang penting kenang-kenangannya *eeaaa* :D

Indahnya Saling Memaafkan.
Di tengah gerahnya siang hari ini, saya duduk di teras kos-kosan sembari browsing-browsing artikel yang saya butuhkan. Kemudian, iseng-iseng saya membuka-buka blog islami dan saya mendapatkan sebuah artikel yang tentang sikap memaafkan... Duh, artikel ini mengobati perasaan orang-orang yang hatinya masih sempit dan membuka cakrawala pengetahuan kita juga. Ternyata memaafkan itu merupakan hal kecil yang bermanfaat besar. Subhanallah :)
Silakan baca artikelnya yaa ....

Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan:
Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (QS. Al Qur’an, 7:199)
Dalam ayat lain Allah berfirman: “…dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An Nuur, 24:22)
Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur’an akan merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik:
… dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. At Taghaabun, 64:14)
Juga dinyatakan dalam Al Qur’an bahwa pemaaf adalah sifat mulia yang terpuji. “Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia.” (Qur’an 42:43) Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an, “…menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain.” (QS. Ali ‘Imraan, 3:134)
Para peneliti percaya bahwa pelepasan hormon stres, kebutuhan oksigen yang meningkat oleh sel-sel otot jantung, dan kekentalan yang bertambah dari keeping-keping darah, yang memicu pembekuan darah menjelaskan bagaimana kemarahan meningkatkan peluang terjadinya serangan jantung. Ketika marah, detak jantung meningkat melebihi batas wajar, dan menyebabkan naiknya tekanan darah pada pembuluh nadi, dan oleh karenanya memperbesar kemungkinan terkena serangan jantung.
Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur’an. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka. Sikap mereka cenderung menampakkan rasa marah itu. Di lain pihak, sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Karena mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini, dan belajar dari kesalahan mereka, mereka berlapang dada dan bersifat pengasih. Lebih dari itu, orang-orang beriman juga mampu memaafkan walau sebenarnya mereka benar dan orang lain salah. Ketika memaafkan, mereka tidak membedakan antara kesalahan besar dan kecil. Seseorang dapat saja sangat menyakiti mereka tanpa sengaja. Akan tetapi, orang-orang beriman tahu bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah, dan berjalan sesuai takdir tertentu, dan karena itu, mereka berserah diri dengan peristiwa ini, tidak pernah terbelenggu oleh amarah.
Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun raga. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniyah namun juga jasmaniyah. Sebagai contoh, telah dibuktikan bahwa berdasarkan penelitian, gejala-gejala pada kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress [tekanan jiwa], susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang ini.
Memaafkan, adalah salah satu perilaku yang membuat orang tetap sehat, dan sebuah sikap mulia yang seharusnya diamalkan setiap orang
Dalam bukunya, Forgive for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres. Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada diri seseorang. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa:
Permasalahan tentang kemarahan jangka panjang atau yang tak berkesudahan adalah kita telah melihatnya menyetel ulang sistem pengatur suhu di dalam tubuh. Ketika Anda terbiasa dengan kemarahan tingkat rendah sepanjang waktu, Anda tidak menyadari seperti apa normal itu. Hal tersebut menyebabkan semacam aliran adrenalin yang membuat orang terbiasa. Hal itu membakar tubuh dan menjadikannya sulit berpikir jernih – memperburuk keadaan.
Sebuah tulisan berjudul “Forgiveness” [Memaafkan], yang diterbitkan Healing Current Magazine [Majalah Penyembuhan Masa Kini] edisi bulan September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani mereka. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan memperbaiki kerusakan hubungan. Jadi, mereka mengambil langkah-langkah untuk memaafkan. Disebutkan pula bahwa, meskipun mereka tahan dengan segala hal itu, orang tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam kemarahan dan kegelisahan, dan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan orang lain.
Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu bagian dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun batin. Namun, tujuan sebenarnya dari memaafkan –sebagaimana segala sesuatu lainnya – haruslah untuk mendapatkan ridha Allah. Kenyataan bahwa sifat-sifat akhlak seperti ini, dan bahwa manfaatnya telah dibuktikan secara ilmiah, telah dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur’an, adalah satu saja dari banyak sumber kearifan yang dikandungnya.

Menunggu Pagi

in , , , , by nyakizza.blogspot.com, 19.14
redup ...
aku tergolek diantara reruntuhan semangat yang kian meredup...
ah, maharaja surya hendak bersanding diperaduan dengan pendamping hidupnya.
tidak. tidak . ia sendirian. ia belumlah berdua.
entahlah. aku tak punya pandangan lain tentang itu.
yang pasti ia akan segera terlelap.
Atau justru ia tetap terjaga untuk merajai alam semesta pada bagian lain ?
aku pikir, aku tak patut memikirkannya. toh sudah ada yang memikikan semua itu.
aku hanyalah jiwa dalam raga yang nelangsa
hendak kemana ?
merayap-rayap dan menerka
mencari-cari entah apa yang hendak dicari dalam tanya yang terus bertanya-tanya
ada apa ?
mengapa ?
semua diluar kuasa.
jiwa mengiba jiwa

rapuh !
tubuh berpeluh-peluh
bibir berucap keluh
penuh !
sudah penuh
penuh sudah air mata pada selembar sajadah lusuh
mengiba, menghamba pada sang Maha
berharap nur sang Rabbi penuhi jiwa-jiwa yang hampa

redup...
kian meredup...
berharap esok mentari bersinar lebih pagi

aaah ... rebulan kian meninggi...
aku ingin pergi mencumbu mimpi
selamat datang esok pagi, mentari
aku tetap disini
menunggumu, semangati diri ini

@Alfizza_
Sekaran, 2 May 2013


© Alfizza Murdiyono · Designed by Sahabat Hosting